Meriahkan Bulan Maulid, Ribuan Warga Desa Cimande Arak Hasil Bumi dalam Pawai Dongdang
PORTALBOGOR.COM, CARINGIN - Memasuki bulan Maulid dalam kalender Hijriah, Desa Lemah Dhuhur dan Cimande di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, penuh dengan berbagai kegiatan budaya yang telah berlangsung turun-temurun.
Ribuan warga dari tiga dusun, tujuh RW, dan 36 RT berkumpul untuk merayakan tradisi sakral yang melambangkan kebersamaan dan warisan leluhur.
Salah satu tradisi yang paling ditunggu adalah Pawai Dongdang, warga mengarak hasil bumi menggunakan tandu tradisional, atau dongdang, yang dihias dengan berbagai macam sayuran, buah-buahan, dan hasil ternak.
Pawai ini bukan hanya sekadar arak-arakan, tetapi juga sebuah wujud syukur kepada Tuhan dan pengingat pentingnya menjaga warisan leluhur.
Masyarakat menyerahkan dongdang kepada ketua adat atau kepala desa sebagai simbol rasa syukur dan kepedulian terhadap lingkungan.
"Kami ingin melestarikan budaya melalui pawai ini. Semua hasil bumi yang dikumpulkan nantinya akan dikembalikan lagi kepada masyarakat," ujar Kepala Desa Lemah Dhuhur, Ujang Najmudin yang dikutip portalbogor.com dari laman rri.co.id pada Kamis (12/9).
Selain pawai, warga juga melaksanakan Ngabungbang, yaitu ritual membersihkan benda-benda pusaka yang dimiliki masyarakat adat Cimande.
Tradisi ini melambangkan penyucian dan pembaruan spiritual, yang tidak hanya menjaga benda pusaka secara fisik, tetapi juga menjaga hubungan spiritual antara leluhur dan generasi saat ini.
Pawai Dongdang semakin semarak dengan irama gendang pencak silat yang mengiringi arak-arakan. Para peserta mengenakan pakaian adat Sunda dan memperlihatkan kekayaan budaya melalui gerakan pencak silat dan berbagai ornamen tradisional yang membuat suasana semakin hidup.
Tradisi ini menjadi magnet bagi masyarakat dan wisatawan yang datang untuk menyaksikan keunikan budaya Sunda.
"Dongdang yang diarak ini dihias dengan kreativitas tinggi oleh warga, memperlihatkan semangat gotong royong yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kami," kata Ujang Najmudi.
Pawai dimulai dari Padepokan Sanggar Seni Perguruan Pencak Silat Tunas Muda Indonesia di Kampung Cimande dan berakhir di halaman Kantor Desa Lemah Dhuhur.
Tradisi ini tak hanya menjadi bentuk penghormatan terhadap leluhur, tetapi juga pengingat akan pentingnya menjaga kebersamaan di tengah masyarakat modern.***