Bikin Kaget, Petani Penggarap Blok Cipelang Tuntut Uang Kerohiman Rp 17,5 Miliar!
PORTAL BOGOR, Cijeruk - Mediasi antara petani penggarap lahan PT BSS yang diwakili Yusuf Bachtiar dan Burhani dengan PT Cahaya Surga Abadi (PT CSA) oleh BPN Kabupaten Bogor, Selasa (15/8/2023) tidak menghasilkan kata sepakat.
Hal tersebut karena pihak petani penggarap hanya melayangkan selembar surat kepada PT CSA tanpa dilengkapi dengan data-data petani penggarap, luas lahan garapan dan surat garapannya.
Tidak hanya itu, dalam selembar surat tuntutan dari petani penggarap tersebut, mereka menuntut uang sebesar Rp 17,5 miliar sebagai uang kerohiman dari PT CSA.
Pihak petani penggarap yang diwakili Burhani dan Yusuf Bachtiar tersebut mengklaim telah menggarap lahan seluas sekitar 35 hektare dan meminta kerohiman sebesar Rp 50 ribu per meter, sehingga ditotal Rp 17,5 miliar.
Uang kerohiman sebesar Rp 17,5 miliar tentu saja bukan angka kecil dan tidak bisa diakomodir begitu saja.
Icha, kuasa hukum dari PT CSA mengatakan, pihaknya belum bisa memutuskan apakah keinginan dari petani penggarap yang diwakili Burhani dan Yusuf Bachtiar akan dikabulkan pihak perusahan atau tidak.
"Tuntutan pihak petani penggarap sebesar Rp 17,5 miliar tersebut belum bisa kami rapatkan. Pasalnya, pihak Yusuf Bachtiar tidak memberikan data apa pun terkait dengan para penggarap dan lahan yang mereka kuasai. Kami hanya menerima selembar kertas yang meminta kerohiman sebesar Rp 17,5 miliar," kata Icha.
Icha mengatakan, jika hanya berdasarkan pada selembar surat dari Yusuf Bachtiar saja, tidak bisa untuk dimajukan dalam rapat dengan pihak direksi. Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada Yusuf Bachtiar untuk melengkapi dengan identitas para penggarap, luas garapan dan surat garapannya.
"Kalau data dari penggarap lengkap, baru kita rapatkan dengan direksi apa yang menjadi tuntutan para penggarap. Apakah akan diakomodir atau bagaimana," jelas Icha.
Hal senada juga diungkapkan Hanafi, legal officer PT CSA yang mengungkapkan bahwa pihaknya juga telah menyelesaikan permasalahan petani penggarap tersebut. Karena itu, PT CSA membutuhkan data kelompok petani penggarap yang diwakili Burhani dan Yusuf Bachtiar tersebut.
"Data yang nanti diberikan oleh Yusuf Bachtiar akan dikroscek dengan data yang miliki PT, apakah ada nama penggarap yang sama atau tidak. Karena kita sudah melakukan penyelesaian dengan petani penggarap sebelumnya," kata Hanafi.
Hanafi mengatakan, di kelompok Yusuf Bachtiar yang katanya mewakili sekitar 30 penggarap tersebut mengklaim menggarap lahan seluas 35 ha. Namun ada juga kelompok penggarap lain yang juga mengklaim menggarap lahan seluas 10 ha.
"Makanya, data dari penggarap kelompok Yusuf Bachtiar ini kami perlukan untuk melakukan kroscek dan bahan rapat dengan direksi. Kapan data penggarap bisa kami terima," ujar Hanafi.
Sedangkan pihak dari PT BSS mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelesaian kerohiman terhadap petani penggarap di tahun 2011 dan tahun 2020.
Petani penggarap kelompok Yusuf Bachtiar cs ini termasuk petani penggarap baru yang datanya belum dimiliki oleh PT BSS.
"Data petani penggarap ini bukan hanya soal identitas dan surat garapannya, namun juga soal jenis tananam, kulturnya, sebagai bahan untuk penghitungan uang kerohiman," katanya.
Sedangkan Yusuf Bachtiar yang mewakili petani penggarap mengatakan, pihaknya siap untuk memberikan data yang diminta dalam waktu dua hari setelah rapat mediasi di BPN Kabupaten Bogor.
"Dalam waktu satu dua hari ini, data akan kami siapkan. Karena yang memegang data penggarap ada di kuasa hukum kami, yakni pak Bonggua," kata Yusuf Bachtiar.
Yusuf Bachtiar pun menyampaikan, untuk rapat mediasi selanjutnya bisa dilaksanakan di tempat lain, di luar kantor BPN Kabupaten Bogor.
"Untuk rapat selanjutnya, kami menyarankan untuk di tempat lain saja," katanya.
Sedangkan pihak BPN Kabupaten Bogor mengatakan, pihaknya sudah cukup menggelar rapat mediasi soal kerohiman para penggarap.
"Ini rapat mediasi terakhir. Silahkan untuk rapat selanjutnya digelar di luar BPN Kabupaten Bogor oleh para pihak, yakni petani penggarap dan PT CSA," kata Iman.
Iman mengatakan, ada dua opsi untuk rapat mediasi soal uang kerohiman. Yang pertama, kedua belah pihak melakukan pertemuan dan musyawarah di luar kantor BPN Kabupaten Bogor hingga ada sebuah kesepakatan.
Sedangkan opsi kedua, melalui pendampingan dari APH dalam hal ini Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, dan pihak BPN Kabupaten Bogor pun siap hadir.
"Pihak kuasa hukum yang melaporkan ke Kejaksaan, itu bisa jadi opsi kedua dalam memutuskan soal uang kerohiman ini. Makanya, karena sudah dilaporkan ke pihak hukum, harus ada yang tanggungjawab. Silahkan opsi tersebut mana yang akan dipilih, BPN Kabupaten Bogor tidak akan terlibat atau ikut-ikutan," kata Iman. (***)